Tuan Angka 83
Cerpen. Happy reading :)
Sialan! Apa yang terjadi?!
Tanpa
menghiraukan rasa gatal yang menggebu ketika semak-semak itu menggesek
tanganku, aku terus berlari. Dengan nafas tersengal, aku menyeruak
rumput-rumput tinggi di hadapanku, berusaha mencari jalan keluar. Aku menoleh
ke belakang dan berharap makhluk itu tidak menangkapku! Uh, rimbun semak ini
seakan memerangkapku. Peluh keringat membanjiri wajahku, tubuhku terasa panas
seiring nafas yang keluar masuk paru-paruku dengan cepat. Aku terus melaju.
Dengung
makhluk itu terasa semakin dekat. Aku merasa ia lebih cepat dariku. Aku terus
berlari sampai-sampai seluruh tubuhku ikut terbang. Tanpa kusangka, ketika
suara itu sudah sampai ke jarak yang paling dekat, aku hampir merasa ia berada
di belakangku, dengan hembusan nafasnya yang panas mengejarku, aku tiba-tiba
terperosok.
“AAH!
AMPUN!” aku berteriak.
Makhluk
itu berteriak lebih keras, “APA KAMU AKAN BERHENTI?!”
Tubuhku terguling-guling di antara
semak yang kasar dan tanah yang lembab. Aku merasakan kerasnya batu-batu disitu
ketika tubuhku jatuh menghantamnya, atau sakitnya ranting-ranting itu menggores
seluruh lenganku. Setelah beberapa menit yang terasa lama, aku tercebur ke
sebuah kolam di sana. Dalam hati aku mendesah lega. Oh syukurlah! Air ini pasti
akan memulihkan seluruh rasa sakit dan pegal yang kurasakan, dan melenyapkan
rasa panas yang mengaliri dahiku.
Dengan mata terpejam, aku berusaha
mencipak air. Tapi, aku menggerakkan tanganku dengan susah payah. Ini bukan
kolam biasa! Aku merasakannya ketika diriku terasa jatuh makin dalam di antara
cairan yang kental ini. Tanganku, kakiku, tubuhku, semuanya terbalut cairan
ini. Kental dan lengket. Dadaku terasa sakit, karena cairan ini memberikan
tekanan yang besar ke segala arah. Dengan menahan nafasku yang tersisa, dan akal
sehat yang masih berjalan, aku berusaha menggoyang-goyangkan tangan dan kakiku
ke segala arah. Mencipak, mendayung.
Kentalnya cairan itu di antara jariku membuatku bergidik dalam hati. Apa ini?
Dengan usaha keras, aku sampai di permukaan, masih dengan menggoyang-goyangkan
kakiku untuk membuatku stabil di atas. Aku melihat sekeliling.
Coklat?! Apa ini? Kenapa ada cairan
coklat lezat memenuhi kolam tempat asing ini? Aku menatap bayanganku yang jelek
di permukaan genangan coklat tersebut. Hah? Apa maksudnya ini? Apa aku jatuh ke
kolam dewa? Walaupun ragu, aku mendekatkan telunjuk ke lidahku dan menjilatnya
sedikit. Benar! Ini coklat. Aku menjilatnya lebih banyak lagi. Lezat! Sejenak
hatiku tertawa, namun hatiku seakan berhenti berdegup ketika coklat itu bergerak. Bergerak melingkar dan mulai menarikku ke
dalam.
Sial!
Yang ini benar-benar di luar dugaanku! Aku menggoyangkan
telapak kakiku, menyeret tubuhku yang terasa sakit ini menjauh dari kemungkinan
terburuk. Sambil menyeruak tubuhku di dalam coklat yang berat, mendorong dengan
kuat, aku sampai di bibir kolam. Aku menopang tubuhku dengan dua telapak
tanganku yang sekarang terasa licin di atas tanah. Aku menoleh ke belakang, dan
mendapati coklat itu menggelegak dan berbunyi plop pelan karena menelan udara kosong. Coklat yang jahat.
***
Entah
apa nama daun ini, aku sudah menghabiskannya berlembar-lembar. Aku membuang
helai terakhir, yang sekarang berlumuran coklat. Daerah ini tetap terasa dingin
dan gelap, namun bukan malam hari. Kabutnya yang membuat embun terus
menyelimuti aku yang kebingungan mencari jalan pulang. Aku memeluk lenganku yang lengket sambil
melihat ke sekitar. Oh tidak, aku lapar, dan makhluk itu mungkin masih
mencariku. Ia bahkan menuntut satu-satunya benda yang mungkin dapat menjadi
pemuas rasa laparku sekarang. Aku
menelengkan kepalaku ke segala arah ketika aku mencium bau sesuatu. Duh,
apa itu? Baunya… lezat. Benar-benar membuatku menginginkannya!
Bau
sesuatu yang digoreng. Dimasak. Matang.
Ayam
goreng? Ayam goreng!
Aku
mengendus bau itu lagi, dan pandangan curigaku jatuh ke sebuah pohon besar yang
akarnya seperti jari-jari raksasa. Tanganku yang luka-luka dan kotor berusaha
memanjati akar-akarnya yang tampak sangat besar, menuju sebuah lubang besar di
perut pohon itu. Aku kembali terengah ketika melakukannya. Akhirnya, dengan
segenap usaha, aku meraih bibir lubang pohon itu sambil bertumpu padanya, dan
mataku bertemu dengan mata.. yang tidak asing.
Mata
makhluk itu!!!
“Kamu lapar, sayang?” tanyanya
sambil menyeringai. Tangannya yang berbentuk jarum panah menggengagam sebuah
spatula. Ia menggoreng… Apa itu? Brokoli?
“Ya, aku menggorengnya dengan balutan
cinta dan hidup sehat!!” teriaknya mengerikan.
Tanpa aba-aba aku menjerit panjang,
membuat beberapa burung berbentuk aneh melolong. Ya. Mereka melolong dan terbang berhamburan. Aku berbalik dan
hendak lari, namun ketika aku melihat sulur-sulur akar yang panjang dan
besar-besar itu, aku menoleh lagi ke dalam lubang. Oh tidak, ia membawa
masakannya, Debby! Kamu harus lompat dan meluncur sekarang!
Aku melakukan suatu hal ternekat
dalam hidupku. Tanpa berpikir! Aku melompat di atas sulur akar dan meluncur di
atasnya dengan alas kaki yang kujaga stabil. Makhluk itu mengerang ketika
melihatku lolos dan mulai berlari menerobos semak lain. Kakiku yang terasa
panas dan pegal kupaksakan berlari. Aku harus menjauh darinya! Aku pun berlari
ke depan sejauh beberapa mil sampai makhluk itu tak terlihat lagi.
Perutku masih lapar dan aku butuh
asupan energi. Tanpa sadar, aku terkulai di kaki pohon dengan seluruh tubuhku
terasa sakit di sana sini. Sambil mengernyit kesakitan, aku memaksakan diriku
untuk duduk tegak dan bersandar pada pohon. Aku diam. Aku memejamkan mata dan
menghela nafas.
Pluk!
Pluk!
Aku membuka sedikit dari celah
mataku dan mendapati sesuatu jatuh dari atas pohon, yang kemudian mengenai
hidungku. Walaupun aku tak tahu benda apa itu, aku mengendusnya lalu
menjilatnya. Hmm… seperti bau.. KRIM KUE! Aku menjilat selurunya sampai
hidungku licin. Hmm.. Blackforest! Aku bangkit dan mengibas rokku yang
kecokelatan dan berat. Meskipun badanku rasanya remuk tulangnya dan tegang
ototnya, aku menunduk dan mulai mencari benda yang terjatuh itu. Ah! Itu dia,
yang dibalut dalam sehelai aluminium
foil. Aku membukanya , lalu mencicipinya. Alamak! Ketika lidahku menyentuh
krim kuenya yang manis dan lezat, mendadak aku serasa terbakar. Ketika aku
mengunyah potongan-potongan kuenya yang legit, mataku sampai merem-melek. Lezatnya! Rasanya lama sekali aku sudah tak
merasakannya. Dengan wajah bahagia, aku mendongakkan kepalaku.
Ya ampun, ratusan blackforest dalam
aluminium foil tergantung lezat dan siap dipetik!
Dengan mata berbinar, aku maju dan menumpukan kakiku
pada sebonggol kayu yang tumbuh di pinggangnya. Aku benar-benar dibutakan dan ditulikan karena
lezatnya makanan itu yang secara ajaib tergantung begitu saja di pohon. Ya,
dibutakan, akan kedatangan makhluk itu di depan mataku.Ya, ditulikan, akan
derap kakinya yang mengejarku, dan geram suaranya yang rendah hendak
menerkamku. Dia datang!!!
Aku melompat dari bonggol kayu dan
mulai menyalakan mesin tubuhku untuk mulai bekerja mengirimkan data yang
spontan. Ya, satu perintah kecil dari si otak. Lari!
Aluminium
foil yang bergantungan manis di pohon itu mulai bergetar hebat dan menggantung
di ujung tangkainya. Tak kusangka, aku melihatnya robek sendiri dan
meninggalkan celah menganga. Dari dalam celah itu, secara serentak seluruh bola
blackforest itu mengalirkan cairan kekuningan yang kental dan berminyak, serta
sepotong benda menggumpal yang berwarna putih dan berselimutkan minyak. Sambil
menahan keinginan untuk muntah, aku terus berlari dengan nafas yang terasa
menusuk di dada.
***
Bayangan makhluk itu yang membawa
angka 83 di tubuhnya terus menghantuiku. Selalu saja ketika aku memejamkan
mataku untuk mengistirahatkannya sejenak di hutan mengerikan itu, ia selalu
saja hadir dalam bayangku dan membuatku terjaga. Sambil mengipas luka-lukaku yang
mulai mengering, aku menghela nafasku. Makhluk itu pasti akan terus mengejarku,
berusaha menangkapku dan mencincangku jika aku sampai dekat-dekat pohon
blackforest itu. Aku membayangkannya membawa pisau daging sambil mengejarku
yang berlari pontang-panting dengan mulut berlumuran krim kue dan tangan yang
menadah masih lapar. Uh, sial!
Sekarang aku masih lapar, apa yang harus kumakan?
Aku mulai membayangkan semua makanan
lezat yang kuidamkan. Hmm… Betapa menggodanya aroma coklat tadi yang menguar di
hidungku… Oh tidak tidak. Ia hendak
membunuhku tadi! Ia hampir menelanku dan meremasku sampai ke tulang dalam
tekanan ombaknya yang kuat dan mematikan. Aku menggelengkan kepalaku dan mulai
memikirkan yang lain. Oh, ayam goreng! Hmm.. rasanya yang lezat, crispy, enak, gurih… Wow! Oh! Tunggu! Itu
bukan ayam goreng yang baik, ia digoreng oleh makhluk gila itu, ia tidak
mungkin baik. Pasti tersembunyi kejahatan di dalamnya. Lihat, bahkan tadi dia
tiba-tiba berubah menjadi brokoli. Aku menggeleng keras dengan mata terpejam
dan mengatupkan bibirku.
Karena lapar, aku membayangkan
diriku makan blackforest. Hmm.. kue coklat lezat yang berlumuran krim yang
manis gula dan manis, manis, manis… Enak! Eh… Ingatanku kembali berputar ketika
lelehan lemak yang entah darimana itu mengalir keluar dari aluminium foil tersebut. Ya,
lemak yang berlendir dan menggumpal…
Tanpa
bisa kutahan, tiba-tiba seluruh isi perutku naik dan berlarian merebut jalan
keluar dari tenggorokan. Aku muntah. Seluruh isi perutku berhamburan di tanah
dan kuseka bibirku dengan lenganku. Apa itu? Sebuah benda termangu di hadapanku
di antara cairan perutku. Aku mengambilnya dan membaca kata-kata yang tertera
di atasnya.
“Maling berwajah tampan sama seperti
makanan. Membuatmu hanyut dan kau tak sadar sudah terjerat di dalamnya.”
Aku memikirkan kata-kata yang super
aneh itu, dan mulai mencoba menebak artinya. Maling berwajah tampan? Aku
tersenyum kecil ketika membacanya. Bibirku yang kering terasa kaku. Makanan?
Apa ini? Ia menghina makanan sebagai maling? Maling… berwajah tampan?
Debam langkah yang berat terasa
menggebu di belakangku. Lama-lama menjadi derap kaki yang berlari makin dekat
ke belakangku. Nafasku tiba-tiba saja terasa makin cepat dan jantungku mulai
berdetak di luar kendali. Otakku dengan jenius menyuruhku menoleh ke belakang
dalam keterkejutanku…
“BELUM MENGERTI?!” ia mengayunkan
pemukulnya yang berat dan terbuat dari batu. Aku melihat wajahnya dari dekat.
Hei, kelihatannya ia tidak begitu jahat. Dengan badannya yang setinggi dua
meter, dan angka 83 tertera di dadanya, ditambah seringai menyeramkan yang
menghiasi raut wajahnya, ia tampak jahat. “ ARTINYA ADALAH CINTAI HIDUP SEHAT!”
Kepalaku di hantam oleh pemukulnya!
Mataku langsung terbuka dan nafasku
tetap tersengal. Sambil terengah-engah, aku menyibakkan selimut yang menutupi
tubuhku dan menyeka keringat di seluruh wajah dan leherku. Kaosku terasa
lengket oleh keringat di tubuhku yang gempal oleh lemak. Obesitas. Aku
mengalihkan pandangan takjub dari tubuhku sendiri pada pintu yang engselnya
mulai bergerak. Apa? Aku kira aku sekurus yang ada di kejadian tadi. Dan siapa
itu yang hendak memasuki ruangan kecil dan pengap ini?
“Halo, Debby! Nah, ini ibu bawakan
makanan untuk kamu!” Makanan? “Ini ada ayam goreng, pizza, ampal jagung,
ikan bakar, sama yang terakhir, kesukaan kamu, kue blackforest!”
Aku menatap makanan yang disodorkan
ibu di atas nampan dengan wajah terbengong-bengong. Ibu menatapku heran.
Makanan itu mematung di udara.
“Lho, Debby? Ayo ambil, tadi kamu
yang minta, nak.” ujar ibu heran.
Aku menggosok leherku lagi dengan
pandangan linglung. Mataku berputar-putar mengingat semua kejadian mengerikan
tadi. Sambil menelan ludah, aku bicara langsung pada mata ibu.
“Untuk ibu saja.” ujarku tegas.
“Debby mau sehat dan tidak makan terus.”
Sambil melihat ibu yang pergi
menjauh dengan riang gembira sehabis menjerit histeris dan memelukku, aku duduk
dan termangu. Ya ampun, untunglah aku mengalami ini semua. Aku menyentuh pipiku
yang segemuk tomat dan berat, aku menengok pada perutku yang buncit dan gempal,
dan aku menatap lenganku yang berat bahkan untuk kuangkat sendiri. Mataku
menangkap sebuah benda berdebu yang hadir di sudut mataku, terletak di bawah
rak barangku. Aku masih terkejut mendengar langkahku yang berdebam-debam di
lantai.
Benda itu kutarik dari rak dan kuletakkan
di lantai. Lalu aku menginjaknya dengan harap-harap cemas. Mataku terbuka
segaris dan aku mengernyitkan dahi melihat angka yang tertera di atasnya. 83?
Akan kubuat kau jauh lebih rendah mulai hari ini! Lets start with… how about 60?
Aku
siap memulainya, bahkan mulai detik ini! Terimakasih makhluk asing… ataukah
harus kusebut.. Tuan Timbangan?
Ruth Hana C. Manurung
11.35 WITA, 18 Januari 2013
SAMARINDA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar