Kamis, 02 Mei 2013

Resensi Buku: Ompung Odong-Odong

Seharian ini gak ada kerjaan sama sekali, dan saya tergerak untuk membaca buku yang iseng-iseng saya pinjam di perpustakaan (hanya karena kata pengantarnya, dimana sang penulis kata pengantar terkejut mendapat kabar sang blogger, Alm. Mula Harahap telah meninggal dunia.). Benar-benar luarbiasa, buku setebal 334 halaman yang cukup lebar tersebut saya tamatkan sehari saja. Ini benar-benar worth it!

Ompung Odong-Odong - Membingkai Kenangan, Merangkai Makna.
Penulis: Mula Harahap.
Penerbit: Gradien Mediatama.



Awalnya saya tak mengenal siapa itu Mula Harahap, dan akhirnya saya mengetahui beliau pertama kali lewat buku ini (sayangnya, buku ini pun makam beliau. Saya tak bisa merasakan eksistensinya selama ia masih hidup).
Buku ini adalah blog Mula Harahap yang dibukukan oleh kolega-koleganya.
Sejenis dengan personal literature-nya Raditya Dika, tapi karya keduanya tak bisa disamakan.

Oooh, buku ini luar biasa. Saya benar-benar larut dalam cara bercerita Amang ini (bingung manggil apa).
Gaya berceritanya santai, sederhana, tapi tetap smart.
Saya juga tak sadar ketangkap basah tertawa saat membaca beberapa paragrafnya yang jenaka dan polos yang bahkan tanpa maksud melawak, dan saya tak tahan untuk membacanya berulang-ulang.
Buku ini mengemas kehidupan sang penulis seakan cerita ini diturunkan dari generasi ke generasi, mulut ke mulut. Mulai dari kehidupan Mula Harahap saat ia masih di bangku sekolah (Keingintahuannya yang sangat besar saat masih di SD, kenakalannya saat SMP, dan kemandiriannya saat SMA sampai melanjutkan pendidikan ke Univ. Indonesia di Jakarta).
Banyak yang saya tangkap dari beliau, mulai dari kepolosannya dan kepiawaiannya menulis cerita ke Si Kuncung dan beberapa media cetak terkenal lainnya, kisah sehari-harinya di Sumatera Utara tentang adat batak serta kebiasaannya yang lucu-lucu, bahkan cerita tentang aib dan kenakalannya semasa muda maupun tua. Semuanya dibeberkan jujur, polos, apa adanya. Tidak munafik dan menutup-nutupi jikalau memang bisa dibiarkan terbuka.
Banyak buah pikiran beliau juga yang mampu menampar kita, membuat kita sadar tentang poin-poin kecil yang mudah terlupakan dalam hidup. Spekulasinya tentang kebiasaan bertanya, simpatinya mengenai kehidupan sosial di masa lalu dan masa sekarang, suatu pandangan mengenai agama dan pelaksanaannya, dan komentarnya atas adat batak yang dia lakoni sepanjang hidupnya.
Ada juga mengenai kejenakaannya dalam berhadapan dengan teknologi, bagaimana seorang Mula Harahap, kelahiran 20 Oktober 1953, berhadapan dengan Google, Milis, Facebook, Email, Ms. Word, dan lain-lain.
Kebanggaannya terhadap Ibu, Ayah, Ompung, saudara-saudaranya, dan penggambarannya mengenai kampung dan kesehariannya juga sangat jelas diceriterakan dalam bahasa yang menghanyutkan.
Ini. Keren. Banget.

If you're going to have this in your room, i don't care if you buy it, or borrow it.. I warn you, it's so addicting!
Apalagi kalau kalian orang batak, wah, berasa pulang kampung bacanya.
Worth it!

Jujur, saya nyesel membaca ini saat beliau sudah meninggal. Saya berharap bisa ngobrol-ngobrol dengan beliau. Coba bayangin, beliau itu bukan anak muda, tapi suka facebookan.
Saya cuma ngebayangin, iseng add dan chat beliau, dan voila! Saya berchatting ria dengan orang hebat!!!
If only...
Selamat jalan Bang Mula, menyapa dan mengatakan sampai jumpa dalam satu waktu.

 Rate: 9/10.
I really want to re-read this and have this wonderful book in my room, but it belongs to the library... too bad. :|
RECOMMENDED!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar