Okay, resensi novel here i come.
Niat yang terbentuk sejak membaca halaman pertamanya ternyata kesampean, iya, menamatkan buku setebal 313 halaman itu sehari saja. Kurang lebih udah hampir 5 jam saya terisolasi dari dunia luar dan terjebak with this amazing book. Two thumbs up. Each one for you both :)
Novel: Satin Merah
Pengarang: Brahmanto Anindito & Rie Yanti
Penerbit: Gagasmedia
Buku ini menceritakan tentang kegundahan Nadya yang bingung memilih topik yang tepat untuk makalahnya, hingga akhirnya dia mengenal "Sastra Sunda".
Ia berencana membuat makalahnya menjadi sesuatu yang unik, yang waw, yang belum pernah ada, yang membuatnya mendapatkan sebuah pengakuan di masyarakat, terutama dalam keluarganya yang lebih menyayangi adik bungsunya. Oleh karena itu, ia berjuang mati-matian menemui setiap sastrawan Sunda di Bandung, bermodalkan angkot, untuk berguru pada mereka. Yang awal mulanya mewawancara, hingga belajar menulis sastra Sunda, hingga akhirnya pergulatan dengan energi putih yang menyebabkan pembunuhan-pembunuhan aneh tak berbekas. Ya, sampai seorang yang tak berpotensi sebagai pembongkar rahasia, mengungkap teori aneh yang ternyata menggiring eksistensinya di ruang kehidupan, hingga nafas berujung maut.
Jujur, this one is completely amazing.
Buku ini berbobot, perlu dibaca siapa aja, tua-muda, pelajar-pekerja, sastrawan-orang awam.
Hehe, saya merasa gak pantes meresensi novel ini, karena jelas dari segi ilmu pengetahuan saya kalah jauh dengan pengarang maupun kenalan-kenalan si pengarang. Tapi ijinkanlah saya mengungkap perasaan saya setelah membacanya.
Oke, nafas udah ketahan sejak halaman pertama, dan seterusnya baru mengalir.
Kenapa? Alur yang dipilih kedua penulis ini unik, maju-mundur. Sebelumnya saya belum pernah menemukan karya dengan alur yang menurut saya hanya digunakan ketika flashback saja. Tapi ketika membaca buku ini, mulanya saya menganggap alurnya berantakan hingga saya bingung. Tapi memang dasar saya saja yang aneh, setelah saya terbiasa, baru saya merasa alurnya sangat keren, dan memang begitu adanya novel yang melibatkan ketegangan.
Setelah itu, banyak ilmu yang bisa dipetik dalam dunia tulis-menulis di novel ini. And.... Saya kagum dengan kemampuan penulis menetapkan alamat, produk, dan lain-lain semuanya dengan nama yang asli.
Bahkan jurusan angkot Cicaheum-Ledeng ("ini kan angkot jurusannya si Sonny?"), bener-bener Bandung banget lah.
Tokohnya juga punya karakter kuat dan agak mistis. Oke, saya takut ini based on true story, karena kalau membayangkan orang seperti Nadya berkeliaran di Bandung *glek* ahh nothing. But truly, that's horrible.
Ini novel yang temanya baru, yang baru satu saya nemu kayak gini di kalangan novel remaja. Yang kyk gimana? Ibaratnya masak. Bumbunya gak merica semua, atau cabe semua, atau gula semua. Porsinya masing-masing genre pas. Horror, thriller, psikologi, kehidupan remaja, IT. Keren pisan lah.
Bagian yang tak terlupakan: menemukan umpatan dalam bahasa Sunda. "Belegug siah! Borokokok!" hahaha :D
Tapi walau keren, saya hampir menemukan kemiripan cara penulisan karya ini dengan R.L.Stine. Pada bab-bab menegangkan, kalimat ditulis tidak dalam bentuk paragraf, melainkan ditulis pendek-pendek, satu persatu hingga yang dikelompokkan sebagai paragraf menjadi banyak.
Setiap bab ditulis singkat, di akhirnya kadang-kadang saya menemukan twist tepat di akhir paragraf (tidak di kalimat akhir), bedanya kalau R.L.Stine selalu di kalimat akhir paragraf terakhir. (Keduanya sama-sama membuat twist untuk pembuka bab baru)
Tapi kalau saya salah dan memang begitu cara penulisan twist yang benar, mohon maaf. Mungkin saya cuma baru menemukan karya dengan penulisan seperti ini pada novel ini dan novel karangan R.L.Stine :))
Overall, words for this book: Keren, menghanyutkan, menegangkan, semuanya lah!
Rate: 9/10.
One of great book you must have!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar